Articles

Pencari Kebenaran Agama Yang Jujur

In agama, kebenaran agama on 8 Agustus by Prof. Idiot Ditandai: , ,

Kalau jujur, ulama yang paling alim pun mengatakan, “Allah sajalah yang Mahatahu (lebih tahu).” Karena merasa tidak tahu, ia pun terus belajar, sehingga makin alim. Namun orang bodoh akan membohongi diri dengan berkeyakinan, “Aku lebih tahu daripada orang lain bahwa inilah yang benar dan itulah yang salah.” Karena merasa tahu, ia pun tak mau belajar lagi, sehingga makin bodoh. Inilah kesimpulanku dari tanya jawab berikut ini.

SAYA punya pertanyaan yang dari dulu selalu bernaung dipikiran saya. Pertanyaan tersebut adalah mengapa sejak dulu tidak ada Nabi yang berasal dari para ‘pemuka agama’. Kita mengetahui bahwa umumnya para Nabi berasal dari orang-orang biasa. Maksud “biasa” disini bagi saya adalah mereka bukan dari para pemuka agama yang berkutat dengan keagamaan dalam kehidupannya sehari-hari. Contohnya Nabi Musa adalah seorang raja, Nabi Isa adalah seorang pengembala domba, Nabi Yusuf adalah seorang budak yang kemudian menjadi raja. Nabi Muhammad SAW adalah seorang pedagang.

Apa yang salah dari para pemuka agama yang hidup di jaman kenabian sehingga tidak ada yang dipilih menjadi Nabi? apakah karena para pemuka agama sangat yakin dengan apa yang dipegangnya sehingga ia merasa tidak perlu lagi mencari kebenaran? Apakah karena diri mereka sudah “penuh” sehingga tidak ada celah untuk pencerahan?

Berbeda dengan para Nabi yang kehausan akan jati dirinya. Nabi Ibrahim menyendiri dibukit Thur untuk mencari Tuhan-Nya, Nabi Musa menyendiri di Gunung Sinai untuk mencari Tuhan-Nya, begitu juga dengan Nabi Muhammad SAW yang berdiam di Gua Hira.

Pertanyaan diatas juga membawa saya pada pertanyaan baru, yaitu pola seperti apa yang baik dalam beragama? apakah seperti Para Nabi yang walaupun tidak begitu terikat pada dogma agama tetapi Mereka selalu mencari dan mencari arti dari segala sesuatu sehingga menghantarkan Mereka menuju Pencerahan. Atau apakah seperti para pemuka agama yang begitu kuat dan yakin bahwa mereka sudah dalam kebenaran sehingga tidak perlu lagi mencari kebenaran.

Wassalaam,

–Dimas Tandayu–

Jawaban Herry Mardian:

http://suluk.blogsome.com/2007/03/30/para-pencari-yang-jujur-dengan-dirinya/

SAYA kira masalahnya bukanlah ‘pemuka agama’ atau tidak. Menurut saya, terlepas dari mereka adalah pemuka agama atau bukan, ada satu hal penting bagi para ‘orang-orang soleh’ di setiap zaman: mereka —jujur pada diri mereka sendiri.— Maksud saya, di setiap zaman, agama oleh para ‘pemuka agama’ di zamannya masing-masing sering kali terdegradasi menjadi ritual semata. Menjadi kewajiban tanpa makna, bahkan menjadi alat untuk mempertahankan strata sosial ‘keulamaan’. Itu terjadi di setiap zaman. Tapi pengecualian dari orang-orang ini, para pencari, adalah orang-orang yang jujur pada nurani mereka : mereka tidak merasa cukup dengan agama yang sifatnya doktrinasi secara dogmatik. Mereka ingin juga memahami esensinya. Mereka ingin memahami, sehingga kelak bisa mengalami, meng-experience agama, dengan benar.

Orang-orang yang menjadi soleh dan terpimpin, umumnya adalah orang-orang yang ‘jujur’ pada diri mereka sendiri. Mereka mendengarkan nuraninya: ketika ritual dirasa hanya sebagai perilaku permukaan, mereka pun berusaha memenuhi kebutuhan jiwanya untuk berusaha mencari pemahaman lebih dalam. Mereka –haus– akan makna, dan jujur: mereka tidak mengindoktrinasi diri mereka sendiri dengan hal-hal yang nampak agamis tapi sebenarnya tidak memahaminya. Mereka jujur bahwa mereka sebenarnya —tidak memahami— ritual mereka.

Allah, melalui sabda Rasulullah saw, telah menjanjikan kehadiran ‘mujaddid’ (para pembaharu agama, tetapi bukan Nabi) pada setiap seratus tahun. Para pembaharu agama ini bukan membawa agama baru, tapi mereka adalah orang-orang yang berusaha mengembalikan manusia kepada hakikat agama (ad-diin, bukan semata-mata religion), ketika agama telah terdegradasi menjadi hanya ritual lahir tanpa hakikat, maupun sebaliknya jika hanya menjadi ritual batin tanpa syariat.

Ciri yang kedua, saya perhatikan, bahwa mereka tidak mudah ‘patah’ jika dianggap berbeda secara sosial. Jika norma sosial ‘kesolehan’ saat itu adalah A, tapi hati nuraninya merasa bukan, mereka tetap mendengarkan nuraninya untuk mencari, ‘benarkah soleh itu A?’ dan tidak takut dengan celaan orang lain. Contoh yang terkenal, adalah Salman al-Farisi : beliau anak pendeta penyembah api, naik pangkat menjadi penjaga api, keluar dari agama Majusi, lalu berguru pada ‘mursyid’ nasrani beberapa kali hingga semua gurunya itu wafat.

Semua gurunya, menjelang wafatnya menyuruh Salman beralih pada guru yang lain. Di pendeta terakhir, ia pun diberi tahu bahwa akan lahir nabi penutup dari tanah kurma, dan ciri-cirinya… ia pun mencarinya. Dan ia menemukannya, meski harus menjadi budak terlebih dahulu. Bayangkan, Salman yang bangsa Persia, sebuah negara superpower pada zamannya, menjadi seorang budak bangsa Arab, bangsa yang ketika itu dianggap ‘primitif’ dan hanya tahu peperangan antar suku.

Al-Ghazali, tadinya ia adalah seorang rektor (dalam usia 20-an) karena kecerdasan ilmu agamanya. dalam usia belasannya saja sudah tidak ada pertanyaan mengenai dalil ilmu agama yang tidak bisa dijawabnya. Tapi ia jujur pada nuraninya: pengetahuannya akan dalil-dalil dan logika berfikir tidak menjawab kehausannya, tidak menjelaskan arti dari semua hafalan di kepalanya. Ia pun menjalani disiplin baru : penyucian qalb (tasawuf), demi mendapatkan pemahaman esensi yang ‘diturunkan ke qalb‘, dan bukan lewat buku maupun tutor.

Masih banyak contoh lainnya.

Allah, sahabat-sahabat, bukan memperhatikan seberapa banyak dalil yang bisa kita hafalkan, seberapa banyak kita bisa menjawab persoalan ‘agama’ (dalam tanda kutip). Allah memperhatikan qalb seseorang: apakah seseorang butuh untuk memahami atau tidak. Apakah ia butuh pemahaman atau tidak. Apakah ia butuh Allah untuk menuntun dan mengajarinya, atau tidak.

Jika orang hafal ribuan dalil tapi tidak merasa butuh untuk mengetahui lebih dalam (karena sudah merasa pakar, misalnya) atau malah menjadi sombong karena hafalan dalil-dalilnya, ya Allah pun akan membiarkannya saja. Tapi jika seorang hamba memiliki hati yang bertaubat (makna ‘taubat’ : kembali pada Allah, ‘gandrung’/butuh pada Allah, di artikel ini), maka Allah pasti akan menuntunnya pada kebenaran, walaupun awalnya dia adalah seorang penyembah api seperti Salman al-Farisi.

Bukan pula kesucian, Karena tidak ada manusia yang bebas dari dosa kecuali Muhammad SAW. Orang-orang soleh pun bukannya tidak pernah berdosa. Tapi mereka butuh Allah, dan mendengarkan kebutuhan nuraninya itu. Justru karena memahami bahwa dirinya penuh dosa selanjutnya ia ingin menjadi orang baik, ingin dijadikan Allah baik. Orang yang mengerti bahwa dirinya berdosa, permohonan astaghfirullah-nya bukan lagi sekedar basa-basi di bibir atau ritual sehabis shalat. Ia sepenuhnya menyadari bahwa ia butuh ampunan-Nya

Sebaliknya, orang yang merasa dirinya sudah baik, atau merasa tidak pernah berbuat dosa (lahiriyah, padahal dosa batin seperti prasangka buruk, tidak sabar, sombong, merasa lebih dari orang lain, dan lain-lain kita semua pasti punya), tentu tidak merasa butuh untuk di-taubatkan. Bagi orang ini, asma Allah Al-Afuw (Maha Pemaaf), Al-Ghafuur dan Al-Ghaffar (Maha Mengampuni), dan At-Tawwaab (Maha Menerima Taubat, Yang Memiliki Taubat) tentu tidak ada implikasinya sama sekali kapadanya.

Kadang Allah ‘menjebloskan’ orang ke dalam dosa, supaya ia menyadari rasa tidak nyaman dengan hatinya yang kotor, dan ia menjadi butuh Allah. Di sini dosa menjadi rahmat, dan bukti bahwa ‘dalam segala hal ada Rahmat Allah’, dalam dosa sekalipun ada rahmat. Tapi sekali lagi, jika ia tampak begitu alim dari luar, tapi hatinya tidak ‘menghadap Allah’, ya Allah pun tidak akan menghadapkan diri-Nya kepada orang itu, walaupun dia seorang ulama di mata masyarakat.

Oh ya, satu hal yang penting, saya kira, bahwa sudah sunnatullah bahwa para ‘pencari yang jujur’ ini tidak akan pernah jadi kaum mayoritas. Mereka selalu menjadi pengecualian di setiap zaman, ketika mayoritas ‘agama’ pada zaman itu telah terdegradasi menjadi hanya ritual. Tertulis:

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.”

(Q. S. 6 : 116).

Apa yang menjadi mayoritas belum tentu benar. …

“Agama datang sebagai hal yang asing, dan akan kembali menjadi hal yang asing,” demikian sabda Rasulullah yang termasyhur. Itu berlaku di setiap zaman, hingga akhir zaman. Agama pada awalnya adalah utuh, mencakup lahir dan batin, ritual dan esensi (hakikat). Itu awalnya menjadi hal yang asing. Kini, orang yang mencoba beragama dengan kedua aspeknya, lahir dan batin, ritual dan esensi, juga telah menjadi ‘agama yang asing’ dan aneh di mata masyarakat.

Jadi saya kira, masalahnya bukanlah ‘pemuka agama’ atau tidak, tapi apakah seseorang, apapun statusnya, dengan kejujuran hati kecilnya benar-benar merasa butuh kepada Allah atau tidak.

Jika seseorang merasa dirinya kaya tentu tidak akan merasa butuh uang, orang yang merasa sehat tidak akan merasa butuh berobat. Demikian pula orang yang merasa telah mengerti agama tentu tidak akan merasa butuh belajar agama. Diri kita harus dibuat mengerti dulu bahwa ia sesungguhnya fakir, maka barulah ia akan butuh Allah.

Semoga bermanfaat,

Wass Wr Wb.

–Herry Mardian —

17 Tanggapan to “Pencari Kebenaran Agama Yang Jujur”

  1. […] oleh Allah dalam firman-Nya dan oleh Rasulullah dalam sabda beliau. (Lihat artikel “Pencari Kebenaran Agama Yang Jujur” dan “Mampukah kita memahami Al-Qur’an (dan kitab lainnya)?“) Oleh karena itu, […]

  2. Saya cuma mau menceritakan mimpi yang saya alami 2006 silam.singkat,pada malam itu saya mimpi berada di padang yang sangat luas,padang itu berwarna coklat kehitaman yang di tumbuhi pohon2 yang sangat tinggi dan besar tanpa ada rerumputan,saya berdiri diam, melihat ke kanan kiri,ke depan belakang tak ada seorangpun di tempat itu,setelah saya melihat ke langit,tampaklah empat orang terbang dari langit bergandengan tangan datang menemuiku.

    Di dalam mimpi saya empat orang tsb adalah dua laki2 dan dua perempuan yaitu satu laki2 yang memakai ROK agak kurus ada lingkaran duri di kepala tanpa baju persis sama seperti orang yang di tiang salib,dia datang menanyaiku,dia bilang katanya kamu kenal AKU? saya jawab YESUS? dia bilang YA,tanpa ada sepatah kata dia lansung memberiku CINCIN EMAS dan dia menyuruh saya ngobrol dengan ANAK perempuanya,pada ANAKnya saya bilang,sebelum kalian kembali kelangit kira2 oleh2 apa yang kamu mau kasih sama saya? dia jawab apakah bapaku tidak memberimu sesuatu? saya jawab ADA,itu katanya cukup.
    di dalam mimpi itu YESUS,ISTRINYA,ANAKNYA dan IPARNYA ( kakak dari istri YESUS ).

    Setiap kali saya ceritakan mimpi ini sama orang kristen mereka selalu jawab saya dapat anugrah langsung dari tuhan,saya harus masuk kristen dan nanti saya akan menjadi seorang penginjil,pendeta dan bisa dapat uang banyak karna kata mereka kalau jadi pendeta itu di gaji dan di bayar.

    setelah saya tanya pada diriku sendiri tidak lain Dia hanyalah seorang NABI utusan dan pemimpin.
    kenyataannya, sekarang saya sudah 5 tahun menjadi seorang MANAGER atau pemimpin di sebuah perusahaan perhotelan.pendidikan saya cuma lulus sekolah dasar (SD).bagaimana mungkin,ya….. saya juga tidak tau kenapa itu bisa mungkin.

  3. pada percaya mimpi….
    kasihan

  4. saya merasa bahwa memang seharusnya pencarian akan agama itu tidak boleh berhenti sebatas agama turunan dan yakin. Juga tertarik padakata2 yang mayoritas belum tentu benar.
    Inilah pluralisme yang tidak boleh ada dalam agama islam. dikunci tidak boleh beralih agama. bahkan di beberapa negara taruhannya adl sangsi sosial (paling ringan) dan mati (paling berat). Bertanya dianggap sebagai penghinaan dan pengkafiran.
    jadi pencarian agama itu sebaiknya diperkenankan atau…. hilangkan saja semua agama ciptaan manusia

  5. Pada percaya mimpi, jadi menurut anda bagaimana?

  6. Seseorang bercerita, ada orang yang mengaku bahwasa jin muslim mendatanginya di dalam tidurnya, dan jin itu membawanya thowaf di Makkah Al Mukarromah, memberinya minum dari air Zamzam dan membawanya menziarahi kuburan Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallama. Ia mengatakan bahwa semua itu terjadi dalam satu malam. Orang ini menceritakan kejadian-kejadian yang akan terjadi di masa depan dan sebagiannya ada terbukti. Sehingga tidak sedikit manusia yang terfitnah oleh oleh seperti ini, sehingga mempercayai apa yang dikatakannya.

    Sebenarnya cerita bahwa dia bermimpi ada jin muslim yang membawanya thowaf di Makkah dan menziarahi kuburan Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallama bukan hal aneh dan luar biasa. Namanya saja mimpi, terkadang seseorang bisa saja bermimpi seperti itu bahkan lebih besar dari itu, seperti bermimpi melihat dirinya di dalam surga atau naik kelangit kemudian turun lagi atau lainnya yang tidak mungkin terjadi pada seseorang di alam nyata. Ini jika ia benar-benar bermimpi seperti itu. Masalahnya, sebagian pendusta menipu manusia dengan cerita dan pengakuan dusta bahwa ia bermimpi begini dan begitu padahal ia tidak pernah melihat atau bermimpi seperti itu.

    Adapun masalah dia menceritakan kejadian-kejadian di masa depan yang belum terjadi, ini menunjukkan dia sama seperti dukun atau peramal dan ahli nujum, yang bekerja sama dengan jin untuk mengetahui sebagian perkara-perkara ghaib. Sebagaimana di jelaskan oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallama di dalam haditsnya,

    إِذَا قَضَى اللَّهُ الأَمْرَ فِي السَّمَاءِ ضَرَبَتْ الْمَلائِكَةُ بِأَجْنِحَتِهَا خُضْعَانًا لِقَوْلِهِ كَالسِّلْسِلَةِ عَلَى صَفْوَانٍ يَنْفُذُهُمْ ذَلِكَ فَإِذَا فُزِّعَ عَنْ قُلُوبِهِمْ قَالُوا مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ قَالُوا لِلَّذِي قَالَ الْحَقَّ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ فَيَسْمَعُهَا مُسْتَرِقُو السَّمْعِ وَمُسْتَرِقُو السَّمْعِ هَكَذَا وَاحِدٌ فَوْقَ آخَرَ وَوَصَفَ سُفْيَانُ أحد رواة الحديث بِيَدِهِ وَفَرَّجَ بَيْنَ أَصَابِعِ يَدِهِ الْيُمْنَى نَصَبَهَا بَعْضَهَا فَوْقَ بَعْضٍ فَرُبَّمَا أَدْرَكَ الشِّهَابُ الْمُسْتَمِعَ قَبْلَ أَنْ يَرْمِيَ بِهَا إِلَى صَاحِبِهِ فَيُحْرِقَهُ وَرُبَّمَا لَمْ يُدْرِكْهُ حَتَّى يَرْمِيَ بِهَا إِلَى الَّذِي يَلِيهِ إِلَى الَّذِي هُوَ أَسْفَلَ مِنْهُ حَتَّى يُلْقُوهَا إِلَى الأَرْضِ وَرُبَّمَا قَالَ سُفْيَانُ حَتَّى تَنْتَهِيَ إِلَى الأَرْضِ فَتُلْقَى عَلَى فَمْ السَّاحِرِ فَيَكْذِبُ مَعَهَا مِائَةَ كَذْبَةٍ فَيُصَدَّقُ فَيَقُولُونَ أَلَمْ يُخْبِرْنَا يَوْمَ كَذَا وَكَذَا يَكُونُ كَذَا وَكَذَا فَوَجَدْنَاهُ حَقًّا لِلْكَلِمَةِ الَّتِي سُمِعَتْ مِنْ السَّمَاءِ ).

    “Apabila Allah menetapkan satu perkara di langit, malaikat mengepakan sayap-sayapnya karena tunduk kepada firman-Nya bagaikan gemerincing rantai di atas batu maka apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata “Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhan-mu?” mereka menjawab: (perkataan) yang benar”, dan Dia-lah yang Maha Tinggi lagi Maha Besar”. Maka (jin-jin) yang mencuri berita mendengarnya (dan jin-jin pencuri berita itu seperti ini yang satu di atas yang lainnya, dan sufyan salah seorang perawi hadits menggambarkan dengan tangannya, ia merenggangkan di antara jari-jemari kanannya, ia menyusun jarinya satu di atas yang lainnya). Maka kadang bintang yang menyala mengenai pencuri itu sebelum ia menyampaikan kepada temannya sehingga ia terbakar. Dan kadang bintang tidak mengenainya sehingga ia menyampaikannya kepada jin yang dibawahnya sampai mereka membawanya ke bumi. Lalu diletakkan di atas mulut tukang sihir, maka ia mencampurnya dengan seratus kebohongan. Lalu ia dipercayai, maka manusia berkata, “Bukankah ia telah memberitakan kepada kita pada hari ini ternyata kita dapatkan benar”. Karena kalimat yang di dengar (jin) dari langit”.[1]

    Dan dari Aisyah rodhiyallahu ‘anha ia menuturkan orang-orang bertanya kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallama tentang dukun, maka beliau bersabda,

    إِنَّهُمْ لَيْسُوا بِشَيْءٍ . فَقَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، فَإِنَّهُمْ يُحَدِّثُونَ بِالشَّيْءِ يَكُونُ حَقًّا . فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : تِلْكَ الْكَلِمَةُ مِنْ الْحَقِّ يَخْطَفُهَا الْجِنِّيُّ فَيُقَرْقِرُهَا فِي أُذُنِ وَلِيِّهِ كَقَرْقَرَةِ الدَّجَاجَةِ ، فَيَخْلِطُونَ فِيهِ أَكْثَرَ مِنْ مِائَةِ كَذْبَةٍ

    “Sesungguhnya mereka itu tidak benar”. Mereka berkata, “Hai Rasulullah, sesungguhnya mereka menceritakan sesuatu dan ternyata benar”. Nabi shollallahu ‘alalihi wa sallama bersabda, “Itu adalah kalimat hak yang dicuri jin lalu ia sebarkan di telinga wali-nya seperti kotek ayam betina, lalu mereka mencampurkan padanya lebih dari seratus kedustaan”.[2]

    Orang ini apabila ia mengaku mengetahui yang ghaib maka ia bisa kafir. Tidak boleh mendatanginya, karenadatang kepadanya dan mempercayainya adalah perbuatan yang diharamkan berdasarkan sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallama,

    من أتى كاهنا أو عرافا فصدقه بما يقول فقد كفر بما أنزل على محمد صلى الله عليه وسلم

    “Barangsiapa yang mendatangi dukun, atau peramal lalu ia membenarkan ucapannya sungguh ia telah kafir dengan apa yang diturunkan kepada Muhamad shollallahu ‘alaihi wasallama”.[3]

    Ini jika orang yang datang ke dukun percaya ucapan dukun, jika tidak percaya maka ancamannya adalah sebagaimana di dalam hadits,

    من أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

    “Barangsiapa yang mendatangi peramal lalu ia bertanya kepadanya tentang sesuatu tidak diterima sholatnya selama empat puluh hari”.[4]

    Kesimpulannya, haram mendatangi dukun dan semisalnya serta mempercayai ucapan mereka, wajib bagi kita menjauhi perbuatan tersebut dan menasehati saudara-saudari kita agar tidak terpedaya oleh perbuatan mereka, semoga Allah menjaga kita semua dari segala keburukan dan fitnah.

    [1] HR. Bukhari( 4701) dan Muslim (2228).
    [2] HR. Bukhari (7561) dan Muslim (2228).

    [3] HR. Ahmad (9532) dan Al Hakim (15) dan dishohihkan oleh Al Albany di Shohih Al Jami’.

    [4] HR. Muslim (2230).copas Abu Zubair Hawaary

  7. inilah skenario TUHAN,dan semua manusia mempunyai kesempatan untuk memilih perannya berdasarkan akal dan hati nuraninya,smakin engkau tunjukkan kebenaran kepadanya maka dia semakin berpaling,krn akal dan hati nuraninya berada pada kebenaran lain,tapi apapun kebenaran itu dia tetap berada di….

  8. berada di hukum keseimbangan..tak ada paksaan dalam beragama,tetapi kalau kita mencari agama yang benar maka gunakan akal dan hati yang benar..saya yakin bahwa selalu ada campur tangan tuhan dalam reaksi yang diciptakannya..seandainya TUHAN YANG BERHAK DISEMBAH menginginkan AGAMA direkomen.,..,

  9. hukum keseimbangan..tak ada paksaan dalam beragama,tetapi kalau kita mencari agama yang benar maka gunakan akal dan hati yang benar..saya yakin bahwa selalu ada campur tangan tuhan dalam reaksi yang diciptakannya..seandainya TUHAN YANG BERHAK DISEMBAH menginginkan AGAMA direkomen.,..,

  10. dirokemandasikannya menjadi ESA maka lenyaplah sluruh agama yang tidak drekomendasi..begitu juga dgn kebaikan dan keburukan..berbeda tapi tak bisa dilenyapkan salah satunya..pertanyaan yang muncul ? kenapa TUHAN tak melenyapkan

    • keburukan agar smuanya menjadi baik..yang TAHU hanyalah TUHAN YANG MAHA TAHU….

  11. Agama yang paling mulia disisih Allah ialah ISLAM.

  12. Kalau bercerita soal mimpi, saya mengalami mimpi yamh lebih HEBAT daripada Sdr.MASKAR tetapi mimpi manusia biasa hanyalah proses tidur, bukan ilham bukan petumjuk. PetunjukTuhan YME hanya ada di Al Qur-an

  13. Ma’af Bung, tolong jangan salah paham, mimpi itu memang benar, akan tetapi mimpi itu tidak mampu membuatku murtad, saya sekarang masih tetap beragama islam, mimpi itu malah seakan memberiku pelajaran atau suntikan semangat agar mengkaji lebih dalam tentang islam karena dalam mimpi itu Dia sama sekali tidak mengatakan bahwa dirinya adalah tuhan.

    Dalam mimpi itu terjadi kontak batin, Dia memandangku begitu juga sebaliknya, dari pandangan matanya seakan Dia mengatakan : Apakah kau pikir Aku yang di salib itu. saya bilang YA. Dia tersenyum, tapi dari senyumannya seakan Dia memberiku isyarat bahwa Dia tidak disalib.

  14. Jadi ingat kata Uchiha Itachi.

    “Semua orang hidup terikat dan
    bergantung pada pengetahuan atau
    persepsinya sendiri, itu disebut
    kenyataan. Tetapi pengetahuan
    atau persepsi itu sesuatu yang
    samar. Bisa saja kenyataan itu
    hanya ilusi, semua orang hidup
    dalam asumsi”

    Manusia hidup dgn keyakinan Gan…
    Tanpa keyakinan manusia bagaikan Debu yg dibawa Angin. &-)

  15. Laa shay’a waqi’un moutlaq..

    Nothing is true..

    Tidak ada hal yang benar, kecuali Allah dengan kebenaran-Nya dan semua yang datang dari-Nya.. Tidak ada hal yang nyata, kecuali Allah dan yang dinyatakan-Nya..

    Laa shay’a waqi’un moutlaq.. Nothing is true.. Karena kenyataan adalah buah pemikiran manusia yang ditangkap oleh panca indra lalu dipercaya oleh otak dengan proses pemikiran orang tersebut lalu ditambahkan sedikit dari perkiraannya serta sudut pandang orang tersebut.. Sehingga kenyataan adalah relatif.. Serta dapat dimanipulasi oleh satu atau beberapa golongan dengan sebuah ‘kekuatan’ baik verbal maupun aksi..

    Jika ingin mencari kebenaran, carilah & mintalah kepada Allah agar diberikan petunjuk..
    Bukalah mata & hati, lihatlah segala sesuatu jangan hanya dari 1 sudut pandang..

    Have a sight with no vision is useless..

    Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh..

    Semoga keselamatan & kedamaian bersama kalian..

  16. “Utk bisa tau yg mana pohon yg baik, akan terlihat dari buah2ya”
    Utk tau perbedaan antara uang asli dgn yg palsu, yaitu dgn menyelediki uang aslinya

    penasaran?
    Anda sedang mencari kebenaran? Silahkan kunjungi situs jw.Org

Tinggalkan komentar